Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saat Pemerintahan Kerajaan Islam Sultan Bintoro Demak I 1499 Kehadiran Syekh Siti Jenar ternyata menimbulkan kontraversi, apakah benar ada atau hanya tokoh imajiner yang direkayasa untuk suatu kepentingan politik. Tentang ajarannya sendiri, sangat sulit untuk dibuat kesimpulan apa pun, karena belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar, kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi. Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam khususnya orang Jawa, walau dengan pandangan berbeda-beda. Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil dan hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para Wali. Siti Jenar dianggap telah merusak ketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huru-hara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah ada yang mengatakan desa Krendhasawa, untuk membawa Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri. Akan tetapi kematian Siti Jenar juga bisa jadi karena masalah politik, berupa perebutan kekuasaan antara sisa-sisa Majapahit non Islam yang tidak menyingkir ke timur dengan kerajaan Demak, yaitu antara salah satu cucu Brawijaya V yang bernama Ki Kebokenongo/Ki Ageng Pengging dengan salah satu anak Brawijaya V yang bernama Jin Bun/R. Patah yang memerintah kerajaan Demak dengan gelar Sultan Bintoro Demak I, dimana Kebokenongo yang beragama Hindu-Budha beraliansi dengan Siti Jenar yang beragama Islam. Nama lain dari Syekh Siti Jenar antara lain Seh Lemahbang atau Lemah Abang, Seh Sitibang, Seh Sitibrit atau Siti Abri, Hasan Ali Ansar dan Sidi Jinnar. Menurut Bratakesawa dalam bukunya Falsafah Siti Djenar 1954 dan buku Wejangan Wali Sanga himpunan Wirjapanitra, dikatakan bahwa saat Sunan Bonang memberi pelajaran iktikad kepada Sunan Kalijaga di tengah perahu yang saat bocor ditambal dengan lumpur yang dihuni cacing lembut, ternyata si cacing mampu dan ikut berbicara sehingga ia disabda Sunan Bonang menjadi manusia, diberi nama Seh Sitijenar dan diangkat derajatnya sebagai Wali. Dalam naskah yang tersimpan di Musium Radyapustaka Solo, dikatakan bahwa ia berasal dari rakyat kecil yang semula ikut mendengar saat Sunan Bonang mengajar ilmu kepada Sunan kalijaga di atas perahu di tengah rawa. Sedangkan dalam buku Sitijenar tulisan Tan Koen Swie 1922, dikatakan bahwa Sunan Giri mempunyai murid dari negeri Siti Jenar yang kaya kesaktian bernama Kasan Ali Saksar, terkenal dengan sebutan Siti Jenar Seh Siti Luhung/Seh Lemah Bang/Lemah Kuning, karena permohonannya belajar tentang makna ilmu rasa dan asal mula kehidupan tidak disetujui Sunan Bonang, maka ia menyamar dengan berbagai cara secara diam-diam untuk mendengarkan ajaran Sunan Giri. Namun menurut Sulendraningrat dalam bukunya Sejarah Cirebon 1985 dijelaskan bahwa Syeh Lemahabang berasal dari Bagdad beraliran Syiâah Muntadar yang menetap di Pengging Jawa Tengah dan mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging Kebokenongo dan masyarakat, yang karena alirannya ditentang para Wali di Jawa maka ia dihukum mati oleh Sunan Kudus di Masjid Sang Cipta Rasa Masjid Agung Cirebon pada tahun 1506 Masehi dengan Keris Kaki Kantanaga milik Sunan Gunung Jati dan dimakamkan di Anggaraksa/Graksan/Cirebon. Informasi tambahan di sini, bahwa Ki Ageng Pengging Kebokenongo adalah cucu Raja Brawijaya V R. Alit/Angkawijaya/Kertabumi yang bertahta tahun 1388, yang dilahirkan dari putrinya bernama Ratu Pembayun saudara dari Jin Bun/R. Patah/Sultan Bintoro Demak I yang bertahta tahun 1499 yang dinikahi Ki Jayaningrat/Pn. Handayaningrat di Pengging. Ki Ageng Pengging wafat dengan caranya sendiri setelah kedatangan Sunan Kudus atas perintah Sultan Bintoro Demak I untuk memberantas pembangkang kerajaan Demak. Nantinya, di tahun 1581, putra Ki Ageng Pengging yaitu Mas Karebet, akan menjadi Raja menggantikan Sultan Demak III Sultan Demak II dan III adalah kakak-adik putra dari Sultan Bintoro Demak I yang bertahta di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo Pajang I. Keberadaan Siti Jenar diantara Wali-wali ulama-ulama suci penyebar agama Islam yang mula-mula di Jawa berbeda-beda, dan malahan menurut beberapa penulis ia tidak sebagai Wali. Mana yang benar, terserah pendapat masing-masing. Sekarang mari kita coba menyoroti falsafah/faham/ajaran Siti Jenar. Konsepsi Ketuhanan, Jiwa, Alam Semesta, Fungsi Akal dan Jalan Kehidupan dalam pandangan Siti Jenar dalam buku Falsafah Siti Jenar tulisan Brotokesowo 1956 yang berbentuk tembang dalam bahasa Jawa, yang sebagian merupakan dialog antara Siti Jenar dengan Ki Ageng Pengging, yaitu kira-kira 1. Siti Jenar yang mengaku mempunyai sifat-sifat dan sebagai dzat Tuhan, dimana sebagai manusia mempunyai 20 dua puluh atribut/sifat yang dikumpulkan di dalam budi lestari yang menjadi wujud mutlak dan disebut dzat, tidak ada asal-usul serta tujuannya. 2. Hyang Widi sebagai suatu ujud yang tak tampak, pribadi yang tidak berawal dan berakhir, bersifat baka, langgeng tanpa proses evolusi, kebal terhadap sakit dan sehat, ada dimana-mana, bukan ini dan itu, tak ada yang mirip atau menyamai, kekuasaan dan kekuatannya tanpa sarana, kehadirannya dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda, tidak dapat diinterpretasikan, menghendaki sesuatu tanpa dipersoalkan terlebih dahulu, mengetahui keadaan jauh diatas kemampuan pancaindera, ini semua ada dalam dirinya yang bersifat wujud dalam satu kesatuan, Hyang Suksma ada dalam dirinya. 3. Siti Jenar menganggap dirinya inkarnasi dari dzat yang luhur, bersemangat, sakti, kebal dari kematian, manunggal dengannya, menguasai ujud penampilannya, tidak mendapat suatu kesulitan, berkelana kemana-mana, tidak merasa haus dan lesu, tanpa sakit dan lapar, tiada menyembah Tuhan yang lain kecuali setia terhadap hati nurani, segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah. 4. Segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah, maha suci, sholat 5 lima waktu dengan memuji dan dzikir adalah kehendak pribadi manusia dengan dorongan dari badan halusnya, sebab Hyang Suksma itu sebetulnya ada pada diri manusia. 5. Wujud lahiriah Siti jenar adalah Muhammad, memiliki kerasulan, Muhammad bersifat suci, sama-sama merasakan kehidupan, merasakan manfaat pancaindera. 6. Kehendak angan-angan serta ingatan merupakan suatu bentuk akal yang tidak kebal atas kegilaan, tidak jujur dan membuat kepalsuan demi kesejahteraan pribadi, bersifat dengki memaksa, melanggar aturan, jahat dan suka disanjung, sombong yang berakhir tidak berharga dan menodai penampilannya. 7. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, jasad busuk bercampur debu menjadi najis, nafas terhembus di segala penjuru dunia, tanah dan air serta api kembali sebagai asalnya, menjadi baru. Dalam buku Suluk Wali Sanga tulisan R. Tanojo dikatakan bahwa Tuhan itu adalah wujud yang tidak dapat di lihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti bintang bersinar cemerlang yang berwujud samar-samar bila di lihat, dengan warna memancar yang sangat indah; Siti Jenar mengetahui segala-galanya sebelum terucapkan melebihi makhluk lain kawruh sakdurunge minarah, karena itu ia juga mengaku sebagai Tuhan; Sedangkan mengenai dimana Tuhan, dikatakan ada di dalam tubuh, tetapi hanya orang terpilih orang suci yang bisa melihatnya, yang mana Tuhan itu Maha Mulya tidak berwarna dan tidak terlihat, tidak bertempat tinggal kecuali hanya merupakan tanda yang merupakan wujud Hyang Widi; Hidup itu tidak mati dan hidup itu kekal, yang mana dunia itu bukan kehidupan buktinya ada mati tapi kehidupan dunia itu kematian, bangkai yang busuk, sedangkan orang yang ingin hidup abadi itu adalah setelah kematian jasad di dunia; Jiwa yang bersifat kekal/langgeng setelah manusia mati lepas dari belenggu badan manusia adalah suara hati nurani, yang merupakan ungkapan dari dzat Tuhan dan penjelmaan dari Hyang Widi di dalam jiwa dimana raga adalah wajah Hyang Widi, yang harus ditaati dan dituruti perintahnya. Dalam buku Bhoekoe Siti Djenar karya Tan Khoen Swie 1931 dikatakan bahwa Saat diminta menemui para Wali, dikatakan bahwa ia manusia sekaligus Tuhan, bergelar Prabu Satmata; Ia menganggap Hyang Widi itu suatu wujud yang tak dapat dilihat mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang, warnanya indah sekali, memiliki 20 dua puluh sifat antara lain ada, tak bermula, tak berakhir, berbeda dengan barang yang baru, hidup sendiri dan tanpa bantuan sesuatu yang lain, kuasa, kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, berbicara yang terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut DZAT dan itu serupa dirinya, jelmaan dzat yang tidak sakit dan sehat, akan menghasilkan perwatakan kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramah-tamahan; Tuhan itu menurutnya adalah sebuah nama dari sesuatu yang asing dan sulit dipahami, yang hanya nyata melalui kehadiran manusia dalam kehidupan duniawi. Menurut buku Pantheisme en Monisme in de Javaavsche tulisan Zoetmulder, SJ.1935 dikatakan bahwa Siti Jenar memandang dalam kematian terdapat sorga neraka, bahagia celaka ditemui, yakni di dunia ini. Sorga neraka sama, tidak langgeng bisa lebur, yang kesemuanya hanya dalam hati saja, kesenangan itu yang dinamakan sorga sedangkan neraka, yaitu sakit di hati. Namun banyak ditafsirkan salah oleh para pengikutnya, yang berusaha menjalani jalan menuju kehidupan ngudi dalan gesang dengan membuat keonaran dan keributan dengan cara saling membunuh, demi mendapatkan jalan pelepasan dari kematian. Siti Jenar yang berpegang pada konsep bahwa manusia adalah jelmaan dzat Tuhan, maka ia memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang mana jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan dan raga adalah bentuk luar dari jiwa dengan dilengkapi pancaindera maupun berbagai organ tubuh. Hubungan jiwa dan raga berakhir setelah manusia mati di dunia, menurutnya sebagai lepasnya manusia dari belenggu alam kematian di dunia, yang selanjutnya manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Siti Jenar memandang bahwa pengetahuan tentang kebenaran Ketuhanan diperoleh manusia bersamaan dengan penyadaran diri manusia itu sendiri, karena proses timbulnya pengetahuan itu bersamaan dengan proses munculnya kesadaran subyek terhadap obyek proses intuitif. Menurut Widji Saksono dalam bukunya Al-Jamiâah 1962 dikatakan bahwa wejangan pengetahuan dari Siti jenar kepada kawan-kawannya ialah tentang penguasaan hidup, tentang pintu kehidupan, tentang tempat hidup kekal tak berakhir di kelak kemudian hari, tentang hal mati yang dialami di dunia saat ini dan tentang kedudukannya yang Mahaluhur. Dengan demikian tidaklah salah jika sebagian orang ajarannya merupakan ajaran kebatinan dalam artian luas, yang lebih menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah, sehingga ada juga yang menyimpulkan bahwa konsepsi tujuan hidup manusia tidak lain sebagai bersatunya manusia dengan Tuhan Manunggaling Kawula-Gusti. Dalam pandangan Siti Jenar, Tuhan adalah dzat yang mendasari dan sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada, sekaligus yang menjiwai segala sesuatu yang berwujud, yang keberadaannya tergantung pada adanya dzat itu. Ini dibuktikan dari ucapan Siti Jenar bahwa dirinya memiliki sifat-sifat dan secitra Tuhan/Hyang Widi. Namun dari berbagai penulis dapat diketahui bahwa bisa jadi benturan kepentingan antara kerajaan Demak dengan dukungan para Wali yang merasa hegemoninya terancam yang tidak hanya sebatas keagamaan Islam, tapi juga dukungan nyata secara politis tegaknya pemerintahan Kesultanan di tanah Jawa aliansi dalam bentuk Sultan mengembangkan kemapanan politik sedang para Wali menghendaki perluasan wilayah penyebaran Islam. Dengan sisa-sisa pengikut Majapahit yang tidak menyingkir ke timur dan beragama Hindu-Budha yang memunculkan tokoh kontraversial beserta ajarannya yang dianggap âsubversifâ yaitu Syekh Siti Jenar mungkin secara diam-diam Ki Kebokenongo hendak mengembalikan kekuasaan politik sekaligus keagamaan Hindu-Budha sehingga bergabung dengan Siti jenar. Bisa jadi pula, tragedi Siti Jenar mencerminkan perlawanan kaum pinggiran terhadap hegemoni Sultan Demak yang memperoleh dukungan dan legitimasi spiritual para Wali yang pada saat itu sangat berpengaruh. Disini politik dan agama bercampur-aduk, yang mana pasti akan muncul pemenang, yang terkadang tidak didasarkan pada semangat kebenaran. Kaitan ajaran Siti Jenar dengan Manunggaling Kawula-Gusti seperti dikemukakan di atas, perlu diinformasikan di sini bahwa sepanjang tulisan mengenai Siti Jenar yang diketahui, tidak ada secara eksplisit yang menyimpulkan bahwa ajarannya itu adalah Manunggaling Kawula-Gusti, yang merupakan asli bagian dari budaya Jawa. Sebab Manunggaling Kawula-Gusti khususnya dalam konteks religio spiritual, menurut Ir. Sujamto dalam bukunya Pandangan Hidup Jawa 1997, adalah pengalaman pribadi yang bersifat âtak terbatasâ infinite sehingga tak mungkin dilukiskan dengan kata untuk dimengerti orang lain. Seseorang hanya mungkin mengerti dan memahami pengalaman itu kalau ia pernah mengalaminya sendiri. Dikatakan bahwa dalam tataran kualitas, Manunggaling Kawula-Gusti adalah tataran yang dapat dicapai tertinggi manusia dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tataran ini adalah Insan Kamilnya kaum Muslim, Jalma Winilisnya aliran kepercayaan tertentu atau Satriyapinandhita dalam konsepsi Jawa pada umumnya, Titik Omeganya Teilhard de Chardin atau Kresnarjunasamvadanya Radhakrishnan. Yang penting baginya bukan pengalaman itu, tetapi kualitas diri yang kita pertahankan secara konsisten dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pengalaman tetaplah pengalaman, tak terkecuali pengalaman paling tinggi dalam bentuk Manunggaling kawula Gusti, yang tak lebih pula dari memperkokoh laku. Laku atau sikap dan tindakan kita sehari-hari itulah yang paling penting dalam hidup ini. Kalau misalnya dengan kekhusuk-an manusia semedi malam ini, ia memperoleh pengalaman mistik atau pengalaman religius yang disebut Manunggaling Kawula-Gusti, sama sekali tidak ada harga dan manfaatnya kalau besok atau lusa lantas menipu atau mencuri atau korupsi atau melakukan tindakan-rindakan lain yang tercela. Kisah Dewa Ruci adalah yang menceritakan kejujuran dan keberanian membela kebenaran, yang tanpa kesucian tak mungkin Bima berjumpa Dewa Ruci. Kesimpulannya, Manunggaling Kawula-Gusti bukan ilmu melainkan hanya suatu pengalaman, yang dengan sendirinya tidak ada masalah boleh atau tidak boleh, tidak ada ketentuan/aturan tertentu, boleh percaya atau tidak percaya. Kita akhiri kisah singkat tentang Syekh Siti Jenar, dengan bersama-sama merenungkan kalimat berikut yang berbunyi âJanganlah Anda mencela keyakinan/kepercayaan orang lain, sebab belum tentu kalau keyakinan/kepercayaan Anda itu yang benar sendiriâ. Sidang para Wali Sunan Giri membuka musyawarah para wali. Dalam musyawarah itu ia mengajukan masalah Syeh Siti Jenar. Ia menjelaskan bahwa Syeh Siti Jenar telah lama tidak kelihatan bersembahyang jemaah di masjid. Hal ini bukanlah perilaku yang normal. Syeh Maulana Maghribi berpendapat bahwa itu akan menjadi contoh yang kurang baik dan bisa membuat orang mengira wali teladan meninggalkan syariah nabi Muhammad. Sunan Giri kemudian mengutus dua orang santrinya ke gua tempat syeh Siti Jenar bertapa dan memintanya untuk datang ke masjid. Ketika mereka tiba, mereka diberitahu hanya ALLAH yang ada dalam kembali ke masjid untuk melaporkan hal ini kepada Sunan Giri dan para wali lainnya. Sunan Giri kemudian menyuruh mereka kembali ke gua dan menyuruh ALLAH untuk segera menghadap para wali. Kedua santri itu kemudian diberitahu, ALLAH tidak ada dalam gua, yang ada hanya Syeh Siti Jenar. Mereka kembali kepada Sunan Giri untuk kedua kalinya. Sunan Giri menyuruh mereka untuk meminta datang baik ALLAH maupun Syeh Siti Jenar. Kali ini Syeh Siti Jenar keluar dari gua dan dibawa ke masjid menghadap para wali. Ketika tiba Syeh Siti Jenar memberi hormat kepada para wali yang tua dan menjabat tangan wali yang muda. Ia diberitahu bahwa dirinya diundang kesini untuk menghadiri musyawarah para wali tentang wacana kesufian. Didalam musyawarah ini Syeh Siti Jenar menjelaskan wacana kesatuan makhluk yaitu dalam pengertian akhir hanya ALLAH yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa dibedakan antara ALLAH, manusia dan segala ciptaan lainnya. Sunan Giri menyatakan bahwa wacana itu benar,tetapi meminta jangan diajarkan karena bisa membuat masjid kosong dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahwa ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang bodoh dan percakapan Siti Jenar dan Sunan Giri itu kelihatannya bahwa yang menjadi masalah substansi ajaran Syeh Siti Jenar, tetapi penyampaian kepada masyarakat luas. Menurut Sunan Giri paham Syeh Siti Jenar belum boleh disampaikan kepada masyarakat luas sebab mereka bisa bingung, apalagi saat itu masih banyak orang yang baru masuk islam, karena seperti disampaika di muka bahwa Syeh Siti Jenar hidup dalam masa peralihan dari kerajaan Hindu kepada kerajaan Islam di Jawa pada akhir abad ke 15 M. Percakapan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri juga diceritakan dalam buku Siti Jenar terbitan Tan Koen Swie sbb Pedah punapa mbibingung, Ngangelaken ulah ngelmi, NJeng Sunan Giri ngandika, Bener kang kaya sireki, Nanging luwih kaluputan, Wong wadheh ambuka wadi. Telenge bae pinulung, Pulunge tanpa ling aling, Kurang waskitha ing cipta, Lunturing ngelmu sajati, Sayekti kanthi nugraha, Tan saben wong anampani. Artinya Syeh Siti Jenar berkata, untuk apa kita membuat bingung, untuk apa kita mempersulit ilmu? Sunan Giri berkata, benar apa yang anda ucapkan, tetapi anda bersalah besar, karena berani membuka ilmu rahasia secara tidak semestinya. Hakikat Tuhan langsung diajarkan tanpa ditutup tutupi. Itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar telah matang. Tak boleh diberikan begitu saja kepada setiap orang. Ngrame tapa ing panggawe Iguh dhaya pratikele Nukulaken nanem bibit Ono saben galengane Mili banyu sumili Arerewang dewi sri Sumilir wangining pari SĂȘrat Niti Mani . . . WontĂȘn malih kacarios lalampahanipun Seh Siti JĂȘnar, inggih Seh LĂȘmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatĂȘng sarengat. Saking karsanipun nĂȘgari patrap ing makatĂȘn wau kagalih ambĂȘbaluhi adamĂȘl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti JĂȘnar anampeni hukum kisas, tĂȘgĂȘsipun hukuman pĂȘjah. SarĂȘng jaja sampun tinuwĂȘg ing lĂȘlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. AmĂȘsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita. Kinanti Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pĂȘpuntoning tekad, santa-santosaning kapti. Nora saking anon ngrungu, riringa rĂȘngĂȘt siningit, labĂȘt sasalin salaga, salugune den-ugĂȘmi, yeka pangagĂȘme raga, suminggah ing sangga runggi. Marmane sarak siningkur, kĂȘrana angrubĂȘdi, manggung karya was sumĂȘlang, ĂȘmbuh-ĂȘmbuh den-andhĂȘmi, iku panganggone donya, tĂȘkeng pati nguciwani. Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinĂȘn pangesthinira, ginĂȘlĂȘng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika, neng kaanan ĂȘnĂȘng ĂȘning. __Yoyoks__ Lihat Humaniora Selengkapnya
MenurutAgus Sunyoto, pada dasarnya manunggaling kawulo gusti bukan hanya ajaran yang diterima dan diamalkan oleh Syekh Siti Jenar atau Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Lemah Abang. Menurutnya, Sunan Giri adalah penganut ajaran yang oleh sebagian kajian sebagai jawanisasi dari wihdat al-wujud al-Hallaj ini.Benarkah Ajaran Syekh Siti Jenar Itu Sesat? Hal ini pernah ditanyakan oleh banyak orang. Tentu anda pernah berpikiran juga seperti itu, apakah Syekh Siti Jenar ajarannya sesat. Banyak artikel, buku bahkan film yang mengisahkan cerita tentang waliyullah yang satu ini. Bahkan kesimpang siuran cerita banyak versi yang beredar, itu syah-syah saja karena pendapat orang pasti berbeda-beda. Syekh Siti Jenar itu Sesat atau tidak sebenarnya tidak perlu dibahas, namun perlu diluruskan agar sejarah itu tidak menjadikannya suatu hal yang salah kaprah. Orang menganggap Ajaran Syekh Siti Jenar Itu Sesat? atau Syekh Siti Jenar Itu Sesat? Jawabnya Syekh Siti Jenar Itu Sesat memang Benar!!! Andapun juga Sesat!!! Apalagi siapapun orangnya yang berani bilang Syekh Siti Jenar Itu Sesat?Kita semua memang Sesat, makanya kita harus kembali kejalan yang benar! Setiap hari kita Sholat wajib 5 waktu bahkan kita sholat sunah bukankah kita selalu memohon agar diberikan jalan yang lurus! Dalam sholat kita senantiasa membaca Al Fatehah termaktub ayat "Ihdinash Shiratal Mustaqim" yang artinya, "Ya Allah, Tunjukilah kami jalan yang lurus". Berarti hidup kita belumlah lurus dan masih sesat dan penuh kemudharatan dalam hidup kita, wajarlar kita senantiasa membaca "Ihdinash Shiratal Mustaqim". Mengamalkan "Ihdinash Shiratal Mustaqim" yakni permohonan berupa petunjuk ke jalan yang lurus mencakup tiga point. Antara lain Pertama, memohon kepada Allah agar mengaruniakan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Masih banyak di antara petunjuk Allah yang belum kita ketahui. Kita tidak boleh merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki. Kita sering berdoa kepada Allah, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyuk, lisan yang selalu basah berzikir, dan amal yang diterima.â Kita juga meminta perlindungan kepada Allah dengan doa, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas, dan dari doa yang tidak dikabul." Sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu Islam? Sudahkah kita serius mempelajari dan memahami Alquran dan Hadis Nabi SAW, seperti pemahaman para sahabat Rasulullah? "Ihdinash Shiratal Mustaqim." Kita ucapkan benar-benar dari hati. Bukan sekadar basa-basi atau main-main. Doa tersebut perlu pembuktian. Kedua, kita memohon kepada Allah agar dimudahkan dalam mengamalkan ilmu yang telah Allah karuniakan. Di antara doa yang sering kita panjatkan, "Ya Allah, bantulah aku untuk dapat mengingat-Mu, untuk dapat mensyukuri nikmat-Mu, dan untuk dapat beribadah kepada-Mu dengan baik." Tidaklah menjadi jaminan seseorang yang telah mengetahui kebenaran itu mengamalkannya. Ada faktor-faktor yang menghalangi seseorang untuk mengikuti kebenaran meskipun ia tahu dan berilmu. Hasud, sombong, cinta harta, cinta kedudukan, cinta kepada lawan jenis, ambisi kekuasaan, fanatisme kepada suku, kelompok, kampung halaman, nenek moyang dan adat istiadat, itu semua dapat menghalangi seseorang untuk mengikuti kebenaran. Hal itu juga dapat menjerumuskan seseorang pada jalan yang dimurkai Allah sesat. Diperlukan kejujuran, kesabaran, dan kebesaran jiwa serta keberanian untuk merenung, mengevaluasi, dan segera memperbaiki diri. Setan akan selalu berusaha untuk menghiasi agar kita memandang indah kebatilan dan untuk mencari-cari dalil sebagai pembenaran. Akan tetapi, nurani kita tidak bisa dibohongi. Mintalah kepada Allah agar memberi kekuatan kepada kita dalam mengekang hawa nafsu dan melawan godaan setan yang terkutuk. Ketiga, kita memohon kepada Allah untuk meneguhkan hati agar tetap istiqamah sampai akhir hayat. Hati manusia mudah berbolak-balik. Pagi hari beriman, sore bisa menjadi kafir. Hari ini bersih dan ikhlas, besok bisa ternoda dan berubah niat. Di antara doa yang kita mintakan kepada Allah, "Ya Rabb, janganlah Engkau palingkan hati kami pada kesesatan setelah Engkau beri hidayah kepada Kami, berilah untuk kami rahmat kasih sayang dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.â QS Ali Imran [3] 8. Rasulullah SAW sering berdoa, "Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku agar selalu istiqamah berada di atas jalan agama Mu." Ketiga poin tersebutlah tercakup dalam "Ihdinash Shiratal Mustaqim", dan sesungguhnya kita semua berada dalam kesesatan yang nyata, maka kita harus kembali ke jalan yang benar. Tidak perlu menuding orang sesat sedangkan diri kita sendiri juga belum benar. Lebih pada rasa intropeksi diri, jangan main tuding menganggap orang sesat agar dilihat orang banyak bahwa kita sendiri yang paling benar. Sungguh itu hal yang merugi, terlebih debat kusir soal aliran agama, kembali pada Al Quran dan Hadist Rasulullah. Benarkah Ajaran Syekh Siti Jenar Itu Sesat? Berikut tanya jawab kami dengan budayawan jawa tengah yakni Djajaningrat yang masih keturunan dari Syekh Siti Jenar dari jalur ayahnya bapaknya. Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Memang terkait asal-usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya. Adapula suatu kisah yang dituturkan oleh Djajaningrat yang mengisahkan Syekh Siti Jenar korban politik masa mendirikan kerajaan Demak, dianggap pengkhianat lantaran melawan penguasa Kerajaan Demak yang didukung oleh dewan Wali Songo, karena kesuksesannya mengIslamkan orang-orang/ tokoh dari Kerajaan Majapahit, tentu dianggap penghambat berdirinya kerajaan Demak Bintoro. Bila nantinya semua orang Majapahit banyak yang masuk Islam semua tentu ini menjadi masalah besar, karena tahta kepemimpinan tidak beralih pada Raden Fatah. Dengan itulah Syekh Siti Jenar harus disingkirkan agar tujuan utama mendirikan kerajaan islam demak bisa segera terwujud. Dan apa yang diajarkan dijadikan alasan utama bahwa Syekh Siti Jenar mengajarkan kesesatan. Setiap Wali di era itu memiliki cara sendiri-sendiri untuk mensyiarkan islam, yakni mengawinkan budaya dan agama. Syekh Siti Jenar mengajarkan pemahaman Manunggaling Kawula Gusti pada syiarnya agar orang jawa yang berkeyakinan paham animisme dan dinamisme juga beragama hindu mau masuk agama islam. Sebab pola pikir orang jawa tempo dulu memuja pohon atau batu meminta kesaktian, berkah dsb. Sebagai seorang waliyullah tentu prihatin dengan melihat kemusyikan waktu itu, dan bagaimana syiar yang tepat agar orang mau masuk islam. Karena kehidupan orang jawa tak lepas dari ngelmu kebatinan tentu hal kebatinannya yaang harus dibenahi. Bukan lagi menyebut dewa dewi tapi menyebut Allah SWT. Dengan hal itu banyak orang yang masuk islam karena untuk berhubungan dengan Tuhan tidak perlu memakai sesaji, dan lelaku yang neko-neko cukup membaca 2 kalimah syahadat dan bersembahyang menyebut nama Allah yang disebutnya sholat daim. Dengan sholat daim orang akan berdzikir keluar masuknya nafas mengingat Allah selalu. Untuk pemahaman syairat di ajarkan pelan-pelan. Hal inilah dianggap salah oleh dewan Wali Songo karena pemahaman seperti ini bisa menyesatkan untuk orang yang baru masuk islam. Sehingga Syekh Siti Jenar harus dihukum atas perbuatannya ini karena mengajarkan hal diluar syariat. Tentu ini hanya sebagai alasan semata karena ditebengi politik dimasa itu untuk merebut kekuasaan kerajaan Majapahit agar Demak bisa berdiri sendiri sebagai kerajaan islam tanpa bayang-bayang pemerintahan dari Majapahit. Tentunya untuk hal itu dibutuhkan pengorbanan termasuk Syeh Siti Jenar harus disingkirkan. Sebenarnya dewan Wali Songo tidak menyalahkan hal itu, sebab syiar Syeh Siti Jenar bukan mengajarkan hal sesat tetapi justru meluruskan pola pikir yang salah kaprah dari orang-orang jawa penganut ilmu kebatinan yang memuja dedemit penghuni batu/ pohon, dsb. Dewan Wali Songo terpaksa melakukan hukuman mati pada Syeh Siti Jenar agar tidak ada penghalang berdirinya kerajaan Demak dan perebutan tahta Majapahit agar berjalan dengan lancar. Demikian kisah Syekh Siti Jenar, jadi sekarang beliau sesat atau tidaknya sudah terjawab, dan semua dikembalikan pada pendapat diri anda sendiri. Sumber Kitab Syekh Siti Jenar
MenurutBratakesawa dalam bukunya Falsafah Siti Djenar terbit tahun 1954 dan buku Wejangan Wali Sanga himpunan Wirjapanitra, Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati.Suluk Akhir Jaman merupakan wejangan atau kaweruh tanda-tanda akhir jaman. Mungkin bicara istilah suluk, apa arti suluk tahukah anda? Suluk secara harfiah berarti menempuh jalan. Dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan spiritual untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk bersuluk mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam syariat sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam hakikat. Ber-suluk juga mencakup hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan Pencarian Kebenaran Sejati ilahiyyah, melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan. Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur'an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan bagimu. Seseorang yang menempuh jalan suluk disebut salik. Kata suluk dan salik biasanya berhubungan dengan tasawuf, tarekat dan sufisme. Suluk Akhir Jaman - Syekh Siti Jenar untuk mengingatkan kita sesama orang muslim, agar kembali kejalan yang benar bukan saling salah menyalahkan, tetapi justru bersatu padu untuk terciptanya kerukunan demi keutuhan kaum muslim. Berikut ini Suluk Akhir Jaman - Syekh Siti Jenar dan artinya versi indonesia, jika ada yang tersinggung itu sudah sepantasnya, berarti anda memang demikian perilakunya, makanya harap kembali ke jalan yang benar. Suluk Akhir Jaman "Jamane saiki jaman edan, okeh wong waras tapi kelakuane ngungkuli wong edan, ngaku wong pinter mung gawene minteri liyan, ngaku nduwe ngelmu tingkat kasepuhan asline mung dolanan sulapan, iki tondo akhire jaman, wong gampang ngedol iman mergo mikir uman, yen wes kumanan mikire eman, qur'an kadis mung ge kudung lan lamis, kapir ngapirke liyan kui wes dadi tondo kapire dewe, moso bodo o sing penting nduwe jeneng lan jenang, kalal karom rano bedane, yen kalal kanggone dewe, yen karom tudingke koncone, agomo mung kanggo alat ben nutupi mripat, katon agung katon alim sejatine zolim, ragat gowo klabi sorban lan sitik setitik mocone dalil agomo, ben disawang apik ben wong okeh kintil lan percoyo, sing sesat kui wong liyo, awak dewe sing bener calone suwargo, suwargo ndonyo kang pesti ono, suwargo akherat opo digayuh biso, yen anggowo jenenge walisongo sajake katon bedani, wong nuswantoro kui gampang diapusi gampang dibodoni, kui tondo akhire jaman, okeh sing ngaku wali ngaku nabi ngaku gusti, mulo siro kabeh kudu eling lan waspodo, ugo nyekel iman islam iksan bakal slamet ono hera herune jaman." Lebih lengkapnya silahkan baca DISINI Maksuddari aji adalah ratu/raja, pameleng adalah pasamaden (laku semedi, hening), memiliki pengharapan sebagai tanda keinginan yg paling luhur. Adapun jenis perbuatannya disebut dengan manekung, pujabrata, mesu budi, mesu cipta, mengheningkan, atau meluhurkan pandangan, matiraga dan sejenisnya. Tempat yang digunakan untuk melaksanakan laku
ï»żAssallamuallaikum ustad saya mw tanya siapakah siti jenar? Dari Aji Jawaban Wa alaikumus salam Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma baâdu, Asal muasal Syekh Siti Jenar sebenarnya tidak jelas, apakah berasal dari Persia atau asli Jawa. Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Dr. Munir Mulkhan, hlm. 61. Namun, ajarannya cukup memberi pengaruh besar kepada masyarakat Indonesia hingga sekarang terutama di Jawa. Syekh Siti Jenar termasuk anggota Walisongo yang hadir pada pertemuan pertama yang diselenggarakan oleh Sunan Giri, ketua Walisongo yang baru sebagai pengganti Sunan Ampel. Di dalam pertemuan itu, dibicarakan tentang permikiran Syekh Siti Jenar yang berkaitan dengan maârifat. Ternyata diketahui bahwa Siti Jenar punya pandangan menyimpang di dalam beragama. Akibatnya, tokoh ini dikeluarkan dari keanggotaan Walisongo, bahkan akhirnya dijatuhi hukuman mati. Hukuman ditetapkan setelah Sultan Demak dan Walisongo memberi peringatan berkali-kali tentang ajarannya yang merusak aqidah umat Islam, yang baru saja dengan susah payah ditegakkan Maulana Malik Ibrahim, di Jawa pada 1404 M. Namun, alasan ini belum dianggap kuat maka hukuman mati Siti Jenar baru diambil setelah Adipati Pengging, Ki Ageng Kebo Kenongo dihukum mati karena memberontak kepada kekuasaan Demak Bintoro, ditambah murid-murid Syekh Siti Jenar yang berbuat onar karena putus asa dengan kegagalan Adipati Pengging tersebut. Kebo Kenongo adalah harapan terakhir bagi pengikut Hindu Budha-Animisme untuk mempertahankan ideologi mereka menghadapi pengaruh dakwah Islam. Misteri Syekh SIti Jenar, Prof. Dr. Hasanu Simon, hlm. 427 SITI JENAR KIBLAT KAUM ZINDIQ INDONESIA Sikap frustasi para murid Syekh Siti Jenar dimanifestasikan ke dalam bentuk ajaran Syekh Siti Jenar yang aneh. Mereka berkeyakinan bahwa manusia hidup di dunia ini sebenarnya dalam keadaan mati. Maka manusia yang lalu lalang di muka bumi merupakan mayat-mayat yang gentayangan. Sosok Siti Jenar telah menjadi komoditas kaum Zindiq Indonesia untuk mengekspresikan kesesatan mereka, maka warna ajaran Siti Jenar sangat tegantung pada pemikiran masing-masing orang yang menulis tentang Siti Jenar. Ambil contoh, Achmad Chodjim dalam bukunya Sykeh Siti Jenar menggambarkan Syekh Siti Jenar sebagai sosok liberal yang tidak percaya terhadap agama dan kitab suci. Pada halaman 34, penulis berkata,âSyekh Siti Jenar bukanlah seorang teolog. Dia seorang praktisi! Agama baginya bukan teori yang harus dihafal. Agama adalah sebuah jalan yang harus dilalui. Dia tidak mengambil pusing dengan nama agama. Walaupun agama sedang disandangnya Islam. Tetapi, kenyataan hidup, keberadaan diri dan jiwa, itulah yang menjadi kesadaran Siti Jenar dalam hidupnya di dunia ini. Siti Jenar menyadari sepenuhnya, bahwa hidup di dunia ini ada di alam kematian. Karena kita sebagai bangkai kita tidak mampu berkomunikasi dengan Tuhan.â Lihat buku Syekh Siti Jenar karya Achmad Chodjim, Dalam bahasa Jawa dikenal dengan keyakinan âManunggal-ing kawulo Gustiâ yang berarti dzat Allah menyatu dengan hamba-Nya, seperti keyakinan yang dikembangkan al-Hallaj dan Ibnu Arabi yang akhirnya dihukum pancung berdasarkan fatwa para ulama. Ajaran Syekh Siti Jenar memang sangat kental dengan nuansa tasawuf wihdatul wujud Manunggal-ing kawulo Gusti, wihdatul Adyan penyatuan agama-agama dan kebatinan kejawen serta sangat kental dengan ajaran zindiq. Demikian itu tampak di dalam beberapa ungkapan yang diturunkan Achamad Chodjim dalam bukunya, Syekh Siti Jenar hlm. 34, yang antara lain âManusia yang hakiki adalah wujud hak, kemandirian dan kodrat. Berdiri dengan sendirinya. Sukma menjelma sebagai hamba. Hamba menjelma pada sukma. Napas Sirna menuju ketiadaan. Badan kembali sebagai tanah.âPupuh II2 âAdanya Allah karena zikir. Zikir membuat lenyap Dzat, Sifat, Asma dan Afâal yang Mahatahu. Digulung menjadi Anatayaâ dan rasa dalam diri. Dia itu saya! Timbul pikiran menjadi dzat yang mulia.âPupuh II3 âDalam jagat besar dan kecil, di mana pun sama saja. Hanya manusia yang ada. Ki Pengging berani menghirkan tekad bahwa Allah yang dirasakan dalam zikir itu semu, keberadaan palsu. Keberadaan semacam ini karena nama.â Pupuh II4 âManusia sejati itu, mempunyai sifat dua puluh. Dalam hal ini agama Budha dan Islam sudah campur. Satu wujud dua nama. Kesukaran tiada lagi. Ki Pengging sudah memahami ajaran Siti Jenar.â Pupuh II5 SITI JENAR ANTI AGAMA Ajaran Siti Jenar menolak semua ajaran agama yang berbau Arab. Ajaran tersebut tidak menganggap kitab suci sebagai sumber ilmu agama, dan menghina segala bentuk ibadah praktis. Seperti yang ditegaskan Munir Mulkhan dalam bukunya, Ajaran dan jalan Kematian Syekh Siti Jenar , âSyekh Siti Jenar berpendapat bahwa ketika syahadat, shalat, dan puasa itu tidak diinginkan, maka hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dilakukan. Demikian pula halnya dengan zakat dan haji, semuanya dipandang sebagai omong kosong, sebagai kedurjanaan budi dan penipuan terhadap sesama manusia.â Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Dr. Munir Mulkhan,hlm. 66 Siti Jenar juga membuat alasan yang sangat aneh, bahwa menurut pandangan Jawa, pelaksanaan shalat lima waktu itu bukan shalat yang sebenarnya. Dan kalu toh tetap disebut shalat, maka pelaksanaan shalat yang tampak lahiriyah ini hanyalah hiasan dari shalat yang Daim. Dalam pemahaman Jawa. Shalat Daim adalah shalat yang ditegakkan secara terus-menerus tidak pernah putus. Baik ketika berjaga maupun ketika tidur. Syekh Siti Jenar, Achmad Chodjim, hlm. 203 Menurut Syekh Siti Jenar, hanya orang-orang yang dungu dan tidak tahu saja yang menuruti aulia atau wali, hanya karena mereka diberi harapan surga kelak di kemudian hari. Siti Jenar justru tak pernah menuruti perintah budi, bersujud-sujud di masjid mengenakan jubah dengan harapan memperoleh sejumlah pahala yang akan diterima nanti. Ketaatan seseorang juga bukan karena dahi dan kepalan tangannya sudah menjadi tebal. Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, hlm. 66 Bahkan ajaran Syekh Siti Jenar menolak mentah-mentah kiab suci sebagai sumber ilmu, seperti kepercayaan yang menyebar di kalangan Sufi ekstrem. Sebab, menurut Siti Jenar, ilmu tidak dapat dicapai hanya dengan membaca buku-buku, membaca kitab suci. Mendengarkan petuah kyai atau wali. Orang yang berilmu berarti mampu mengetahui kahanan,kenyataan, yang bebas dan pancaindra, mampu melihat tanpa mata, mengengar tanpa telinga, membau tanpa hidung, merasa tanpa meraba, dan menikmati tanpa mengecap? Walaupun latar belakang kehidupan Syekh Siti Jenar tidak jelas, beberapa dokumen yang menjelaskan ajaran Syekh Siti Jenar sangat banyak menunjukkan sikap zindiq-nya. Di samping dengan Dzikir Ojrat Ripangi dan matra-matra Lebe Lonthang yang menimbulkan kesesatan, dia pernah menyuruh membakar masjid dan mengingkari syariâat Islam. Syekh Siti Jenar mengatakan bahwa al-Quaâan merupakan pegangan hidupnya, tetapi secara kontras dia mengingkari hukumanya dan menganalisa kandungannya menurut pemahaman wihdatul wujud dan hawa nafsu zindiqnya. AJARAN SITI JENAR DIDOMINASI KAUM ABANGAN Warna Islam pedalaman yang sinkretis hasil rekayasa Sunan Kalijogo, yang berbeda dengan warna Islam di daerah pesisir murni, dimanfaatkan kaum zindiq untuk merusak Islam. Mereka berpura-pura masuk Islam, namun banyak ajaran agama yang diselewengkan. Dan mereka terpecah menjadi tiga kelompok Pertama Kelompok yang tidak menerima Islam secara kaffah menyeluruh karena menurut mereka agama lama juga tidak kalah baiknya. Bahkan sebagian mereka membesar-besarkan peranan Sunan Kalijogo adalah guru mistik terbesar yang pernah ada di Jawa dan sebagai tokoh dalam perkembangan Islam di Indonesia, khususnya Jawa. Kelompok ini tidak ragu menggunakan doâa berbahasa Jawa seperti yang dicontohkan Sunan Kalijogo dengan Mantra Betuah dan Kidung Rumekso Ingweya yang sangat memikat hati. Dari sinilah tumbuhnya aliran kebatinan atau kejawen yang kemudian menjamur sejak akhri abad ke-19. Kedua Kelompok yang tidak mau menerima Islam tetapi tidak berani menentang secara terang-terangan, lalu bersikap zindiq. Kelompok kedua ini masih melanjutkan upaya seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar pada masa hidupnya. Namaun, sepnjang abad ke-17,mereka belum berani berbuat seperti gurunya karena khawatir akan mengalami nasib yang sama, karena pemerintah Islam Mataram masih sangat kuat. Ketiga Kelompok yang tetap tidak mau menerima Islam dan tetap bertahan dengan agama apa saja selain Islam. Misteri Syekh Siti Jenar, Prof. Dr. Hasanu Simon, hlm. 427-428 Demikianlah gambaran sekilas tentang pemikiran Syekh Siti Jenar yang membawa paham berbahaya Wihdatul Wujud. Maka sungguh mengherenkan jika pada zaman sekarang pemikiran berbahaya tersebut dibela dan dibenarkan. Semoga Allah Taâala menampakkan al-Haq kepada kita dan menjadikan kita tegar di atasnya. Ustad Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc. Majalah al-Furqan edisi 157, tahun ke-14 Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !! didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia. Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 Donasi dapat disalurkan ke rekening 4564807232 BCA / 7051601496 Syariah Mandiri / 1370006372474 Mandiri. Hendri Syahrial đ Mubahallah, Talangan Haji, Kumpulan Hadits Istighfar, Bacaan Khususon Untuk Orang Yang Masih Hidup, Doa Birrul Walidain, Kata Kata Maaf Sebelum Ramadhan KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28QHKDw.